BAB I
PENADAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit, meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, seperti halnya bahasa, membaca dan menulis. Kesulitan matematika harus diatasi sedini mungkin.
Fakta di lapangan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun pembelajaran dan pemahaman siswa SLTP (pada beberapa materi pelajaran – termasuk matematika) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Pembelajaran di SLTP cenderung text book oriented dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran cenderung abstrak dan dengan metodeceramah sehingga konsep-konsep akademik kurang bisa atau sulit dipahami.
Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pengajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal an
mekanistis (Direktorat PLP, 2002). Mencermati hal tersebut di atas, sudah satnya untuk diadakan pembaharuan, inovasi ataupun gerakan perubahan mind set ke arah pencapaian tujuan pendidikan di atas. Pembelajaran matematika hendaknya lebih bervariasi metode maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Karena itu pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran aktif yang bermakna adalah tuntutan yang mesti dipenuhi bagi para guru.
Perlu diketahui bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling baik. Baik tidaknya suatu model pembelajaran tergantung pada tujuan pembelajaran, kesesuaian dengan materi yang hendak di sampaikan, peseerta didik dan juga kemampuan guru dalam mengelola dan memberdayakan semua sumber belajar yang ada.
Sesuai dengan Latar Belakang di atas penulis tertarik untuk lebih dalam lagi membahas permasalahan yang mengenai model-model pembelajaran matematika, dan penulis menuangkan ke dalam makalah yang berjudul “MODEL-MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA”
B. Rumusan Masalah
Dalam setiap penulisan salah satunya adalah makalah, agar tidak terjadi keracuan dan penyimpangan dalam pembahasannya perlu dilakukan perumusan dan batasan masalah. Rumusan masalah yang kami buat diantaranya:
C. Tujuan Makalah
Sudah menjadi kepastian bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia mempunyai tujuan yang ingin dicapai, tujuan tersebut bisa berupa tujuan jangka pendek, jangka menengah ataupun jangka panjang.
Begitu juga dalam penulisan makalah ini, dapat penulis kemukakan tujuan penulis adalah:
1. Mendeskripsikan pengertian Model Pembelajaran
2. Mendeskripsikan macam-macam model pembelajaran Matematika
D. Kegunaan Makalah
Secara teoritis makalah ini berguna untuk pengembangan keilmuwan matematika. Secara praktis makalah ini berguna sebagai wahana penembah pengetahuan dan wawasan khusunya dibidang matematika. Selain itu, makalah ini berguna untuk masyarakat dan para pecinta matematika agar mengetahui lebih jauh tentang matematika.
E. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni pembahsan secara naturalistik, sedangkan metode yang digunakan yaitu menganalisis atau mengkaji sumber bacaan baik dari media cetak maupun elektronik
BAB II
PEMBAHASAN
- Tinjauan Teoritis
Pengertian Matematika
James dan James (1976:2) dalam kamus matematikanya menyatakan Matematika adalah ilmu mengenai tentang bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan ide, proses dan analisis.
Kline (1973:3) mengatakan bahwa Matematika itu bukan pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna karna dirinya sendiri, tetapi keberadaanya itu untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan social, ekonomi dan alam.
Pengertian model Pembelajaran
Mills (1989) menyatakan bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang seseorang atau atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.
- Pembahasan
Pengertian Matematika
Definisi dari matematika makin lama makin sukar untuk dibuat secara tepat dan singkat. Cabang-cabang matematika makin lama makin bertambah dan makin bercampur satu sama lainnya. Sampai sekarang ini di antara para ahli Matematika belum ada kesepakatan yang bulat untuk memberikan jawaban membuat definisi tentang matematika
Para ilmuwan matematikapun sulit untuk mendefinisikan matematika dikarenakan dari hari ke hari matematika berkembang secara pesat. Oleh karenanya sampai sekarang belum ada keterangan pasti tentang pengertian matematika.
Secara garis besar kita bias menerangkan bahwa Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan angka-angka. Matematika dapat diidentikan dengan ilmu hitung, namun lebih luas lagi matematika adalah ilmu tentang struktur, pola dan lain-lain.
Pengertian Model-Model Pembelajaran
Model Pembelajaran adalah landasan praktik di depan kelas hasil penurunan teori psikologi dan teori belajar. Model pembelajaran dirancang berdasarkan proses analisis potensi siswa, daya dukung dan keterkaitan dengan lingkungan dalam implementasi kurikulum. Sedangkan model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum. Model belajar juga dapat diartikan mengajar yang sedemikian rupa untuk untuk mwncapai tujuan-tujuan tertentu pengajaran.
Macam-macam Model Pembelajaran Matematika
A. Pembelajaran Klasikal dan Individual
Pengajaran klasikal adalah model pembelajaran yang biasa kita lihat sehari-hari. Pada model ini guru mengajar sejumlah siswa, biasanya antara 30-40 orang siswa di dalam suatu ruangan. Pada umumnya cara guru dalam menentukan kecepatan menyajikan dan tingkat kesukaran materi kepad siswanya berdasarkan pada informasi kemampuan siswa secara umum. Guru tampaknya sangat mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran. Banyaknya materi yang akan diajarkan, urutan materi kecepatan guru dan lain-lain sepenuhnya ada di tangan guru.
Pengajaran dengan model klasikal tampaknya tidak dapt melayani kebutuhan belajar siswa secara individu. Beberapa siswa mengeluh karena gurunya mengajar sangat cepat. Untuk itu perlu dicari cara lain agar seluruh siswa dapat dilayani sebaik-baiknya. Model pembelajaran individual menawarkan solusi terhadap masalah siswa yang beraneka ragam tersebut. Pembelajaran individualmemberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri tempat, waktu, dan kapan dirinya merasa siap untuk menempuh ulangan atau ujian. Pembelajaran individual mempunyai ciri, antara lain:
1. Siswa belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing, tidak pada kelasnya.
2. Siswa belajar secara tuntas, karena siswa akan ujian jika telah merasa siap.
3. Setiap unit yang akan dipelajari memuat tujuan pembelajaran yang khusus.
4. Keberhasilan siswa diukur berdasarkan pada sistem nilai mutlak. Ia berkompetensi dengan angka bukan dengan temannya.
Salah satu model pembelajaran individual yang sangat popular di kita beberapa waktu yang lalu adalah pembelajaran dengan modul.Modul adalah salah satu paket pembelajaran yang menurut suatu unit konsep pembelajaran yang dapat dipelajari oleh siswa sendiri (selg instruction). Berikut ini adalah salah satu contoh prosedur pembelajaran dengan modul.
Prosedur pembelajaran:
1. Guru membagikan modul yang telah disiapkan kepada siswa.
2. Guru menyuruh siswa untuk mempelajari (sendiri-sendiri) topik himpunan bagian yang ada dalm modul, dan mengerjakan soal-soal latihannya dalam waktu 2x40 menit.
3. Setelah siswa menyelesaikan perintah (2), siswa diminta mengumpulkan pekerjaanya untuk diperiksa guru.
4. Guru memberikan tes bila siswa telah dapat menyelesaikan soal-soal latihan dengan baik. Waktu untuk tes adalah 60 menit. Hasil tes menetukan apakah siswa dapat melanjutkan ke modul selanjutnya atau mengulang kembali ke modul semula.
5. Untuk siswa yang belum dapat menyelesaikan soal latihan dengan baik, siswa dapat meminta guru untuk mendiskusikan masalahnya. Setelah menguasai betul siswa baru minta tes kepada guru.
B. Coperative Learning dalam Matematika
Ruang kelas merupakan suatu tempat yang baik untuk kegiatan Coperativ Learning. Menurut Eggen dan Kauchak (1993:319) mendefinisikan model pembelajaran koperatif sebagai kumpulan strategi mengajara yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu, belajar koperatif ini juga dinamakan ”belajar teman sebaya”
Menurut Salvin (1997), pembelajaran koperatif merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.
Para siswa dapat diberi kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah secara bersama. Para siswa juga diberi kesempatan untuk mendiskusikan masalah, menentukan strategi pemecahan masalah dan menghubungkan masalah satu dengan masalah yang lainnya yang telah dapat diselesaikan sebelumnya.
Model Coperativ Learning tampaknya akan dapat melatih para siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat atau teman-teman dalam bentuk tulisan.
Coperativ Learning dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan akan mengurangi bahkanmenghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang banyak di alami para siswa.
Coperativ Learning mencakupi suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah timuntuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Coperativ Learning menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antara sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam Coperativ Learning agar lebih menjamin para siswa bekerja secara koperatif. Hal-hal tersebut meliputi:
Pertama, para siswa tergabung dalam suatu kelompokharus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah timdan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai. Kedua para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapiadalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan akan menjadi tanggung jawab bersama. Ketiga, untuk mencapai hasil yang maksimum para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama laindalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.Akhirnya para siswa yang tergabungdalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya.
Ada bebrapa cara untuk menggunakan Coperativ Learning matematika bagi siswa di sekolah, yaitu: pertama, memanfaatkan tugas pekerjaan rumah di dalam Coperativ Learning setelah guru menyampaikan materi pelajaran, para siswa bergabung dalam kelompok-kelompok kecil untuk berdiskusi dan menyelesaikan soal latihan, kemudian menyerahkan hasil kerja kelompok kepada guru. Jika diperlukan, selanjutnya guru memimpin diskusi tentang pekerjaan kelompok itu yang membutuhkan penjelasan.
Untuk mengoptimalkan manfaat Coperativ Learning, keanggotaan sebaiknya heterogen, baik dari skill ataupun apapun.
Adapun ciri-ciri pembelajaran koperatif:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara koperatif untuk menyelesaikan materi belajaar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah;
3. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Langkah-langkah pembelajaran koperatif mengikuti tahapan tahapan sebagai berikut (Ibrahim, M., dkk., 2000:10)
1. Menyampaikan tujuan dan perlengkapan pembelajaran
2. Menyampaikan informasi
3. mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
4. Membantu siswa ke dalam kelompok
5. Evaluasi atau memberikan umpan balik
6. Memberikan penghargaan
Adapun tujan dari pembeljaran koperatif:
1. pembelajaran koperatif bertujuan untuk menigkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Model struktur penghargaan koperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
2. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran koperatif memberikana peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan koperatif, belajar ntuk menghargai satu sama lain.
3. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaboras. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
Adapun manfaat dari pembelajaran koperatif;
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antar pribadi menjadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. meningkatakan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi
TIPE TIPE PEMBELAJARAN KOPERATIF,
1. Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut.
a. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 - 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggotakelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart
Group/CG).
Dalam kelompok ahli siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
Contoh pembentukan kelompok jigsaw sebagai berikut.
kelompok ahli 1 kelompok ahli 2 kelompok ahli 3 kelompok ahli 4 kelompok ahli 5belajar materi 1 belajar materi 2 belajar materi 3 belajar materi 4 belajar materi 1kelompok asal 3 kelompok asal 4 kelompok asal 5 kelompok asal 6 kelompok asal 7 kelompok asal 8 kelompok asal 2 kelompok asal 1
Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli serta setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli.
Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
d. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
e. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran
f. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran.
Langkah-langkah penerapan NHT:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau awal.
c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor(nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk
oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual
h. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya(terkini).
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
4. Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction)
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasilbelajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung
jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Langkah-langkah pmbelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.
a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
d. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).
5. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan
b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.
c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
d. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.
5. NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.
C. MODEL PEMBELAJARAN KONTEKS TUAL
Pembelajaran matematika yang konteks tual atau realistik telah berkembang di negara-negara lain dengan berbagai nama. Di Belanda dengan nama RME Realistic Mathematic Education, di Amerika dengan nama CTL Contectual Teaching Learning in Mathematics.
Gagasan RME muncul sebagai jawaban terhadap adanya gerakan matematika modern di Amerika Serikat dan praktek pembelajaran matematika yang terlalu mekanistik di Belanda.
Karekteristik Pembelajaran Matematika Kontekstual
Nur M (2000:2) menyebutkan lima karakterstik utama dari pembelajaran Matematika adalah sebagai berikut:
a. Diajukannya masalah kontekstual untuk dipecahkan atau diselesaikan oleh siswa sebagai titik awal proses pembelajaran
b. Dikembangkannya cara, alat, atau model matematis (gambar,grafik,tebel dll) oleh siswa sebagai jawaban informal terhadap masalah yang dihadapi yang berfungsi sebagai jembatan antara dunia real dengan abstraksehingga terwuju proses matematisasi horisontal (yaitu proses diperolehnya matematika informal)
c. Terjadi interaksi antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa, atau antara siswa dengan pakar dalam suasana demokratif berkenaan dengan penyelesaian masalah yang diajukan selama proses belajar.
d. Ada keseimbangan antara proses matematisasi horisontal dengan dengan proses matematisasi vertikal (yaitu proses pembahassan matematika secara simbolik dan abstrak).
e. Pembelajaran matematika tidak semata-mata memberi penekanan pada komputasi dan hanya mementingkan langkah-langkah prosedural penyelesaian soal namun juga memberi penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah.
Langkah langkah dalam model Pembelajaran Kontekstual
Pendahuluan
- Memulai pelajarandengan mengajukan masalah yang riil bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.
- Permasalahan yang di berikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
Pengembangan
- Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model matematis simbolik secara informal terhadap persoalan atau masalah yang diajukan.
- Kegiatan pembelajaran berlangsung secara interaktif. Siswa diberikan kesempatan menjelaskan dan memberi alasan terhadap jawaban teman atau siswa lain, menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap jawaban yang dibrikannya.
Penutup/Penerapan
- Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
Adapun kelebihan dari pembeljaran model kontekstual;
- Siswa lebih termotivasi karena materi yang disajikan terkait dengan kehidupan sehari-hari.
- Materi yang disajikan lebih lama membekas di pikiran siswa karena siswa dilibatkan aktif dalam pembelajaran.
- Siswa berfikir alternatif dalam membuat pemodelan.
Sedangkan kekuranggannya antara lain:
- Tidak semua topik atau pokok bahasan bisa disajikan dengan kontekstual, atau kadang mengalami kesulitan dalam mengkaitkannya.
- Membutuhkan wakru yang agak lama.
Berikut adalah contoh sederhana Model Pembelajaran Kontekstual yang masih bisa dikembangkan:
Pokok bahasan : Perkalian suku dua.
Sub Pokok Bahasan : Menemukan hasil kali suku dua dengan suku dua
Kelas : IX
Waktu : 2 x 2 jam @ 45 menit
Pertemuan : ke-1
Tujuan pembelajaran khusus:
Siswa dapat menemukan pola hasil kali suku dua dengan suku dua.
Kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa:
1. mampu menyebutkan contoh suku dan suku dua.
2. Mampu melakukan perkalian suatu bilangan dengan suku dua menggunakan hukum distributif, misal : a(x+2y) = ax + 2ay
3. Mampu menghitung luas suatu bangun berbentuk persegi dan persegi panjang.
Uraian kegiatan belajar
Kegiatan pendahuluan
1. Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, yaitu belajar tentang perkalian suku dua dengan suku dua.
2. Dengan tanya jawab siswa diingatkan tentang:
a. bentuk suku dua misal (x+y), (3x-7)
b. Cara mengalikan suatu bilangan dengan suku dua menggunakan hukum distributif, misal 2(y+5) = 2.y + 2.5 = 2y+10
c. Cara menghitung luas bangun berbentuk persegi dan persegipanjang.
3. Guru mengajukan kontekstual untuk dipecahkan siswa.
Masalah:
”Tiga buah meja dengan permukaan berbentuk persegipanjang dengan panjang sisi pada masing-masing meja sebagai berikut:
Meja A : (x+3) dan (x+2), x himp. Bilangan rasional
Meja B : (x+3) dan (x-2)
Meja C: (x-3) dan (x-2)
Tugas:
a. Gambarlah persegipanjang A, B, dan C.
b. Hitunglah luas tiap persegi panjang, Nyatakan luas itu dalam bentuk : perkalian suku dua dan penjumlahan suku-suku yang paling sedethana.
c. Adakah pola hubungan tertentu antara luas persegipanjang dalam bentuk perkalian suku dua dengan luas persegipanjang dalam bentuk penjumlahan suku-suku? Jika ada, bagaimanakah pola hubungan itu? Jika tidak ada, mengapa?
d. Adakah cara cepat untuk menghitung hasil kali suku dua dengan suku dua yang diperoleh dari menghitung luas persegi panjang A,B, dan C tersebut?
Kegiatan inti:
4. Dengan teman semeja siswa menyelesaikan masalah yang diajukan guru pada langkah nomor 3.
5. Guru dan siswa mengklarifikasi jawaban atau penyelesaian masalah yang telah dibuat siswa. (Dapat diambil penyelesaian masalah beberapa siswa yang bervariasi untuk dikaji bersama oleh siswa lain dan guru.)
6. Dengan memperhatikan variasi jawaban atau penyelesaian masalah yang dibuat siswa, guru dan siswa membahas tentang jawaban atau penyelesaian masalah formal matematis.
Ada pola hubungan:
|
Ada cara cepat / mudah yaitu:
(x + 2) (x + 3)= X2 + 5x+6
2+3=5
7. Dengan pengetahuan yang sudah diperoleh pada pembahasan dilangkah 6 siswa diminta menyelesaikan soal-soal berikut:
a. (x+5) (x+3)
b. (3x+5) (x-4)
8. Guru dan siswa secara interaktif membahas penyelesaian soal-soal pada langkah ke-7
9. Siswa di beri PR terdiri dari 5 soal dengan soal yang bervariasi.
BAB III
IMPLEMENTASI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN
Model pembelajaran adalah salah satu indikator kesuksesan dalam pembelajaran, khususnya di bidang Matematika model pembelajaran mempunyai peranan penting untuk guru sebagai acuan, contoh dalam melaksanakan pembelajaran. Adapun banyaknya model pembelajaran jangan menjadi hambatan kepada guru untuk memilih model pembelajaran mana yang sesuai, karena setiap model pembelajaran mempunyai kelemahan dan keunggulan tersendiri,
Model pembelajaran yang berkembang saat ini disesuaikan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, Oleh karenanya kita sebagai calon guru harus lah mengetahui model pembelajaran apa yang cocok untuk di gunakan pada zaman sekarang, karena model pembelajaran dari tahun ke tahun ssangat cepat perkembanggannya.
Banyak alternatif yang dapat di lakukan oleh guru untuk memilih model pembelajaran apa yang sesuai dengan keadaan sekolahnya.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Model Pembelajaran adalah landasan praktik di depan kelas hasil penurunan teori psikologi dan teori belajar. Model pembelajaran dirancang berdasarkan proses analisis potensi siswa, daya dukung dan keterkaitan dengan lingkungan dalam implementasi kurikulum. Sedangkan model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum. Model belajar juga dapat diartikan mengajar yang sedemikian rupa untuk untuk mwncapai tujuan-tujuan tertentu pengajaran.
Banyak model-model pembelajaran yang berkembang saat ini yang dapat di jadikan oleh guru sebagai alternatif dalam pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran koperatfi dan lain sebagainya. Dalam situasi seperti ini seorang guru haruslah cerdik dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, kesedian prasarana dan lain-lain. Karena banyak model-model pembelajaran yang membutuhkan alat peraga sebagai medianya.
B. Saran
Bagi guru dan calon guru hendaknya kita lebih cerdik dan terampil dalam menggunakan model pembelajaran yang akan di gunakan. Dan juga sebelum menggunakan model pembelajaran tersebut guru hendaknya benar-benar mengerti secara menyeluruh tentang model pembelajaran itu. Semoga dengan banyaknya model pembelajaran yang berkembang menjadikan guru mudah untuk menyampaikan materinya.
DAFTAR PUSTAKA
Sukmara,Dian.(2007).Implementasi Life skill dalam KTSP.Bandung:CV. MUHNI SEJAHTERA.
Syah, Muhibin.(1997).Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung:Rosdakarya.
TIM MKPBM Matematika.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung:JICA.
Ismail. (2003). Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP.
Nur dkk.(2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS.
Syamsul Junaidi, Eko Siswono. (2004). Matematika SMP untuk kelas VII. Jakarta: Esis.