anda pengunjung ke

Senin, 28 November 2011

contoh isi proposal


PENGARUH  PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI LINGKARAN TERHADAP PEMAHAMAN MATEMATIK
 PESERTA DIDIK
(Studi Eksperimen di Kelas VIII SMP Negeri 2 Sukaratu Tahun Ajaran 2010/2011)

A.    Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, setiap bangsa perlu memperhatikan diri untuk menghadapi berbagai persaingan yang sangat ketat. Salah satu upaya dalam mengahdapi tantangan zaman tersebut di perlukan peningkatan Sumber Daya Manusia ( SDM ). Oleh Karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun secara nonformal. Pendidikan formal yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran yang dilakukan di Sekolah merupakan salah satu wadah agar terwujudnya SDM yang berkualitas.
Salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan formal yaitu dengan dilakukan perbaikan proses pembelajaran di sekolah serta penyempurnaan kurikulum. Salah satu penyempurnaan kuruikulum adalah perubahan kurikulum1994 menjadi KBK ( 2004 ) kemudian menjadi KTSP. Dalam melaksanakan KTSP banyak guru Matematika yang berpegang pada prinsip Tabula rasa (Isnawar, 2005 : 8). Tabula rasa yaitu pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke fikiran siswa sehingga siswa menjadi pasif dan hanya mampu menerima bahan jadi ( Isnawar, 2005 : 8)
Menurut Tim MKPBM ( 2001 : 256) “ Pada dasarnya pembelajaran adalah proses menjadikan orang lain paham dan mampu menyebarluaskan apa yang di pahami tersebut. Hal ini berarti bahwa pembelajaran Matematika dilakukan dengan tujuan apa yang di sampaikan oleh guru dan dapat di pahami siswa dan siswa menyampaikan kembali apa yang di pahaminya kepada orang lain. Namun Pada kenyataannya sangat kontradiksi dengan pembelajaran yang di tetapkan oleh guru Matematika sekarang.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak di gunakan dan di manfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah. Hal ini di sebabkan karena matematika sangat berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Selain dari itu, Matematika juga memgang peranan yang sangat penting, karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan menjadi lebih sempurna.
Mengingat betapa pentingnya mata pelajaran matematika, maka menjadi suatu keharusan bagi peserta didik untuk dapat memahami dan menguasai konsep, kaidah, prinsip serta teori yang di pelajari dalam mata pelajaran matematika. Namun pada kenyataannya, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang di anggap paling menakutkan bagi kebanyakan peserta didik, banyak  yang beranggapan bahwa matematika itu pelajaran yang sangat sukar.
Matematika merpakan ilmu universal yang menjadi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan lain, karena matematika merupakan ratu sekaligus pelayanan ilmu. Penguasaan ilmu akan matematika sangat penting bagi peserta didik sejak dini, untuk dapat meningkatkan kemampuan  bermatematik dapat dilakukan melalui pendidikan. Dalam pembelajaran matematik peserta didik diharapkan tidak hanya bisa menyelesaikan soal matematika tapi peserta didik paham terhadap materi yang sedang diajarkan. Pemahaman yang rendah menyebabkan banyak peserta didik tidak menyukai mata pelajaran matematika. kendala lain, peserta didik terkadang tidak merasa percaya diri dalam mengerjakan matematika sehingga dari keraguan tersebut timbul kekeliruan dalam mengerjakan soal – soal matematik. Untuk itu pemahaman dan ketertarikan peserta didik terhadap matematika perlu dikembangkan secara optimal melalui pendidikan.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan matematika di sekolah berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( Widaningsih, Dedeh, 2007:11) bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut :
1.      Memahami Konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematik.
3.      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang di peroleh.
4.      Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Pemahaman matematik akan di dapatkan apabila peserta didik memiliki rasa ketertarikan terhadap pembelajaran matematika. Rasa ketertarikan tersebut  haruslah dibangun guru melalui pembelajaran yang bermakna, sehingga peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran tersebut.
Untuk memperbaiki proses belajar tersebut banyak model, metode, dan pendekatan yang bisa di pilih, salah satunya adalah pendekatan kontekstual. Menurut Depdiknas ( 2002 :8 ) “Pengetahuan yang di miliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya “. Maka pendekatan kontekstual di pilih untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pemahaman matematik siswa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud melaksanakan penelitian pada materi lingkaran dengan Kompetensi Dasar 4. Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya, 4.2. Menghitung keliling dan Luas lingkaran, dan 4.2.1. Menemukan nilai phi, 4.2.2 Menentukan rumus keliling dan luas lingkaran, 4.2.3 Menghitung keliling dan luas lingkaran di  kelas VIII SMPN 2 Sukaratu Tahun Ajaran 2010/2011. Pada penelitian ini kelas eksperimen menggunakan pendekatan kontekstual dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung.
Oleh karena itu, peneliti melaksanakan penelitian dengan judul “PENGARUH  PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI LINGKARAN TERHADAP PEMAHAMAN MATEMATIK
PESERTA DIDIK”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas maka peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini : “ Apakah terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual pada pembelajaran materi lingkaran terhadap pemahaman matematik siswa”.

C.    Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah :
1.   Model Pembelajaran Kontekstual
 Menurut Johnson, Elaine B (2011:65) Pembelajaran Kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta didik membuat hubungan  antara pengetahuan yang dimiliknya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari – hari. Pembelajaran berbasis kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif yaitu Kontruktivisme, bertanya, menemukan, Masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Instrumen yang digunakan berupa tugas kelompok, tugas individu,dan tes pemahaman matematik.
2.   Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang positif, termasuk kepercayaan diri, keingintahuan, ketekunan, antusias dalam belajar, gigih dalam menghadapi permasalahan, fleksibel, mau berbagi dengan oranglain, reflektif dalam kegiatan matematik (doing math).

3.   Pemahaman Matematik
Pemahaman matematik merupakan suatu kemampuan dalam memahami konsep, membedakan sejumlah konsep – konsep yang terpisah, serta melakukan perhitungan secara bermakna pada situasi dan permasalahan lebih luas. Pemahaman matematik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman menurut Skemp yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental meliputi hapal konsep atau prinsip tanpa ada kaitannya dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.  Pemahaman relasional meliputi mengaitkan satu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya. Instrument yang digunakan yaitu berupa tes pemahaman matematik.
4.   Pengaruh Penggunaan Model pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman matematik peserta didik.
Model Pembelajaran kontekstual dikatakan berpengaruh positif` terhadap pemahaman matematik peserta didik jika pemahaman  matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kontekstual lebih baik dari pemahaman  matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung.
D.    Tujuan Penelitian  
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka penelitian ini memiliki tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya Pengaruh Penggunaan Pendekatan Kontekstual Pada Pembelajaran Materi Lingkaran Terhadap Pemahaman Matematik Peserta Didik.
E.     Kegunaan Penelitian
Berdasasarkan tujuan penelitian, Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai masukan bagi guru dan calon guru dalam upaya mengembangkan strategi belajar mengajar dan peningkatan mutu pendidikan.
2.      Bagi peserta didik, Model pembelajaran kontekstual diharapkan dapat meningkatkan kompetensi hasil belajar dan meningkatkan pemahaman matematik peserta didik.
3.      Pengalaman dan temuan – temuan yang inovatif dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah awal penelitian – penelitian yang akan datang bagi peneliti.
F.     Landasan Teori
1.      Kajian Teoritis
a.      Pembelajaran dengan Model pembelajaran Kontekstual
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki prilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian (Hariyanto, Suyono, 2011: 9). Menurut Witherington(1952) (Sukmadinata 2004:155)menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang di manifestasikan sebagai pola – pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu pengetahuan dan kompetensi sebagai hasil interaksi dirinya dengan lingkungannya. Menurut Bruner ( Sumarmo, Utari, 2003:3) belajar adalah proses kognitif yang meliputi memperoleh informasi baru , trnsformasi pengetahuan dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Syah ( Jihad, Asep, dan haris, Abdul, 2009:1) berpendapat “belajar merupakan tahapan perubahan perilaku peserta didik  yang relative positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Menurut Herman Hudojo (Jihad, Asep dan haris, Abdul, 2009:3)”belajar merupakan kegiatan setiap orang”. Pengetahuan keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, di modifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Karena itu, seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan di dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Sumani mukhlas, Suyono dan Hariyanto(2011:29)
Kategori belajar mutakhir dibuat oleh komisi delors dari UNESCO terbagi menjadi empat pilar yaitu : (1) belajar bagaimana belajar ( learning to know); (2) belajar berbuat (learning to do);(3) belajar hidup bersama (learning to live together); dan (4) belajar mengaktualisasikan diri (learning to be),
            Pembelajaran adalah suatu proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktifitas belajar dalam diri individu. Hal ini di dukung dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gagne (Pribadi, Benny A, 2009 : 9) bahwa pembelajaran sebagai “ a set of event embedded in purposeful activities that facilitate learning”. Maksudnya pembelajaran adalah serangkaian aktifitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Tujuan pengajaran menurut mager(Yamin, H. Martitnis, 2008:1) adalah menitikberatkan pada prilaku peserta didik atau perbuatan (performance) sebagai suatu jenis out put yang terdapat pada peserta didik dan teramati serta menunjukan bahwa peserta didik tersebut telah melaksanakan kegiatan belajar.
            Selain dengan pendapat Gagne, Miarso, Yusufhadi ( Pribadi, Benny A.,2009:9)” Memaknai istilah pembelajaran sebagai yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pembelajar ( Learner Center). Dengan demikian, Pembelajaran saat ini harus lebih berfokus kepada peserta didik, jadi peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran agar terjadi suatu proses belajar yang bermakna bagi peserta didik, dan adanya hubungan timbal balik antara peserta didik dan guru.
            Dalam suatu pembelajaran, banyak sekali faktor yang ikut menentukan keberhasilan suatu pembelajaran, salah satu faktor yang sangat penting adalah penentuan model pembelajaran yang akan di gunakan, salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran kontekstual.
            Kesadaran perlunya model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar peserta didik  tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan mereka baik dilingkungan kerja maupun di masyarakat.  Pembelajaran yang selama ini peserta didik  peroleh hanyalah penonjolan tingkat hapalan dan sekian rentetan topik atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang biasa diterapkan ketika peserta didik berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
            Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah Konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pegetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari – hari ( Lihat US Department of Education Office of Vocational and Adult Education and the National schoolmto Work Office dalam http : www.contextual.com org/19/10/2001). Pengetahuan dan keterampilan peserta didik diperoleh dari usaha peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar. Nurhadi ( Muslich, Mansur, 2009 : 41).
            Landasan filosofis CTL adalah Konstruktivisme,yaitu filosofis belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal, tetapi merekonstruksi atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta – fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Menurut Muslich Mansur ( 2009 : 41) untuk memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran kontekstual, COR (Center For Occupational Research) di Amerika menjabarkannya menjadi lima konsep bawahan yang disingkat REACT, yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering.
a.       Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari – hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan.
b.      Experiencing adalah belajar dalam Konteks Eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry.
c.       Applying  adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar kedalam penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam praktiknya, peserta didik menerapkan konsep dan informasi kedalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan.
d.      Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu siswa tentang belajar materi tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan yang nyata peserta didik akan menjadi warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain.
e.       Transfering Transfering adalah Kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.
Atas dasar pengertian tersebut, Menurut Muslich Mansur (2009:42) model pembelajaran kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang di arahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah ( learning is rel setting ).
b.      Pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan tugas – tugas yang bermakna (meaningful learning).
c.       Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik (learning by doing ).
d.      Pembelajaran dilakukan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman ( learning in a group).
e.       Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
f.       Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, Kreatif, Produktif dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiri, to work together).
g.      Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana Nurhadi ( Muslich, Mansur, 2009 : 42) Mendeskripsikan karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara menderetkan sepuluh kata kunci yaitu : kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, peserta didik aktif, sharing dengan teman, peserta didik kritis, dan guru kreatif. Model pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama yaitu :
a.      Konstruktivisme (contructivism)
Komponen ini merupakan landasan filosofi ( berpikir ) Kontekstual (CTL). Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikannya. Karena itu, peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide – ide yang ada pada dirinya.
Atas dasar pemikiran tersebut, menurut Muslich Mansur ( 2009 : 44) prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktik pembelajaran harus dipegang guru adalah sebagai berikut :
1)      Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran.
2)      Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata peserta didik lebih penting daripada informasi verbalitas.
3)      Peserta didik mendapatkan kesempatan seluas – luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
4)      Peserta didik diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
5)      Pengetahuan peserta didik tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
6)      Pemahaman peserta didik akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
7)      Pengalaman peserta didik bisa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru di bangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi ( yaitu struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung/ menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
b.      Bertanya (questioning)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran kontekstual. Belajar dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukan bahwa memperoleh pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.
Atas dasar pengertian tersebut, menurut Muslich Mansur ( 2009 :45) prinsip – prinsip  yang harus diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya adalah sebagai berikut:
1)      Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
2)      Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui Tanya jawab.
3)      Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi ( baik kelompok maupun kelas).
4)      Bagi Guru, bertanya kepada peserta didik bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir peserta didik.
5)      Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : menggali informasi, mengecek pemahaman peserta didik, membangkitkan respon peserta didik, mengetahui kadar keinginan peserta didik, mengetahui hal – hal yang diketahui peserta didik, memfokuskan peserta didik pada hal yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri peserta didik, dan menyegarkan pengetahuan peserta didik.
c.       Menemukan (inquiri)
Komponen menemukan merupakan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan – kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh peserta didik. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
Atas pengertian tersebut, Muslich Mansur ( 2009 :45) prinsip – prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiri dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)      Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila peserta didik menemukan sendiri.
2)      Informasi yang diperoleh peserta didik akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti – bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh peserta didik.
3)      Siklus inquiri adalah observasi (observation), bertanya(questioning), mengajukan dugaan (hipotesis), Pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclussion).
4)      Langkah – langkah kegiatan inquiry : (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau melakukan observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lain, (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain(pembaca, teman sekelas, guru, audiens yang lain)
d.      Masyarakat belajar (learning community)
Konsep ini menyatakan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan oranglain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi, sangat mendukung learning community ini.
Menurut Muslich Mansur (2009 :46) prinsip – prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community.
1)      Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerjasama atau sharing dengan pihak lain.
2)      Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan menerima informasi.
3)      Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
4)      Masyarakat belajar terjadi apabila masing – masing pihak yang terlibat didalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimilikinya bisa bermanfaat bagi yang lain.
5)      Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
e.       Pemodelan (modeling)
Komponen CTL yang menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru peserta didik. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang, misalnya, cara mengoperasikan sesuatu, menunjukan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami peserta didik daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada peserta didik tanpa ditunjukan modelnya atau contohnya.
Menurut Muslich Mansur (2009 :46) prinsip – prinsip komponen modeling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)      Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
2)      Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari yang ahlinya.
3)      Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.
f.       Refleksi (reflection)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktifitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, peserta didik akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada peserta didik agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan – pengetahuan baru.
Menurut Muslich Mansur (2009 :47) prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut :
1)      Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
2)      Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang baru diperolehnya.
3)      Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.


g.      Penilaian Autentik ( authentic assesment)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pembelajaran kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar peserta didik. Gambaran perkembangan pengalaman peserta didik ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar peserta didik. Dengan demikian penilaian authentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran peserta didik berlangsung, bukan semata – mata pada hasil pembelajaran.
Menurut Muslich Mansur (2009 :47) sehubungan dengan hal tersebut, prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian authentic dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)      Penilaian authentic bukan menghakimi peserta didik, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman peserta didik.
2)      Penilaian dilakukan secara komperhensif dan seimbang antara proses dan hasil.
3)      Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluator) yang dapat merefleksikan bagaimana peserta didik menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar peserta didik dalam berbagai konteks belajar.
4)      Penilaian authentic memberikan kesempatan peserta didik untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assement)  dan penilaian sesame (peer assement).
5)      Penilaian authentic mengukur keterampilan dan performansi dengan kriteria yang jelas (performance – based).
6)      Penilaian authentik dilakukan dengan berbagai alat secara berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
7)      Penilaian authentic dapat dimanfaatkan oleh peserta didik, orangtua, dan sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan untuk menentukan prestasi peserta didik.
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Beberapa strategi yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual diantaranya adalah pengajaran berbasis masalah, pengajaran kooperatif, pengajaran berbasis inquiri, pengajaran authentic, pengajaran berbasis proyek/ tugas, pengajaran berbasis kerja, dan pengajaran berbasis jasa layanan.
Gambaran sederhana penerapan ketujuh komponen pembelajaran kontekstual di kelas. Menurut Widaningsih, Dedeh (2009:3) adalah sebagai berikut:
a.       Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b.      Kegiatan laksanakan inquiri untuk mencapai kompetensi yang diinginkan di semua bidang studi.
c.       Bertanya sebagai alat belajar kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya.
d.      Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam berkelompok).
e.       Tunjukan model sebagai contoh pembelajaran ( benda – benda, guru, peserta didik  lain, karya inovasi, dan lain –lain).
f.       Lakukan refleksi di akhir pertemuan agar peserta didik merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu.
g.      Lakukan penilaian yang sebenarnya dari berbagai sumber dan dengan berbagai cara.
h.       
b.      Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung menurut Arends(Trianto, 2007:29):
Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosuderal yang terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.

Ciri – ciri model pembelajaran langsung ( dalam Trianto, 2007:29) adalah sebagai berikut :
1.      Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada peserta didik termasuk prosedur penilaian belajar.
2.      Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran; dan
3.      Sistem pengelolaan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
Pengajaran langsung menurut Kardi ( Trianto, 2007:30) dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada peserta didik. Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus seefisien mungkin, sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang digunakan.
Sintaks model pembelajaran langsung ( Trianto :31) disajikan dalam lima tahap, seperti ditunjukan pada Tabel 1 berikut :
















Tabel 1.
Sintaks Model Pengajaran Langsung
Fase
Peran Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik


Guru menjelaskan tujuan pembelajaran khusus, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan peserta didik untuk belajar.
Fase 2
Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase 3
Membimbing Pelatihan

Guru merencanakan dan member bimbingan pelatihan awal.
Fase 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek apakah peserta didik telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.
Fase 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan


Guru mempersiapkan persiapan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari – hari.

Sumber : Trianto, 2007:31
            Ciri utama model pembelajaran langsung menurut Depdiknas ( Widaningsih, Dedeh, 2009:2) adalah sebagai berikut:
a.       Tugas perencanaan
1)      Merumuskan tujuan pengajaran
2)      Memilih isi
Guru harus mempertimbangkan berapa banyak informasi yang akan diberikan kepada peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Guru harus selektif dalam memilih konsep yang di ajarkan dengan model pembelajaran langsung.

3)      Melakukan analisis tugas
Dengan menganalisis tugas, akan membantu guru menentukan dengan tepat apa yang perlu dilakukan peserta didik untuk melaksanakan keterampilan yang akan dipelajari. Ini bukan berarti bahwa seorang guru harus melakukan analisis tugas untuk setiap keterampilan yang diajarkan. Hal ini disebabkan karena waktu yang tersedia terbatas.
4)      Merencanakan waktu
Guru harus memperhatikan bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan kemampuan dan bakat peserta didik, dan memotivasi peserta didik agar mereka tetap melakukan tugas – tugasnya dengan perhatian yang optimal. Mengenal secara baik peserta didik yang akan di ajar, akan bermanfaat sekali untuk mengira – ngira alokasi waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
b.      Penilaian pada pembelajaran langsung
Grounlund (Widaningsih, Dedeh, 2009 :3) 5 prinsip dasar dapat membimbing guru dalam merancang sistem penilaian sebagai berikut:
1)      Sesuai dengan tujuan pengajaran
2)      Mencakup semua tugas pengajaran
3)      Menggunakan soal tes yang sesuai
4)      Buatlah soal tes yang sesuai
5)      Buatlah soal sevalid dan sereliabel mungkin
6)      Memanfaatkan hasil tes untuk memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya.
Teori belajar yang mendukung pembelajaran langsung adalah teori belajar Ausubel. Ausubel (Sumarmo, Utari, 2000:3) adalah pelopor belajar verbal yang bermakna. Berdasarkan teori ini belajar verbal yang bermakna merupakan proses yang jelas dan hasil belajarnya berguna bagi peserta didik. Belajar bermakna itu meliputi belajar menerima, belajar menemukan, dan belajar hafalan.
Belajar menerima adalah belajar dengan menyajikan isi pokok dari yang dipelajari, dan peserta didik diminta untuk menghayati isi pokok itu. Belajar menemukan adalah belajar yang mementingkan penemuan bukan penyajian materi, setelah pengetahuan itu ditemukan kemudian dihayati oleh peserta didik. Belajar hafalan adalah belajar dengan cara menghafalkan kata demi kata materi apa yang dipelajari. Teori Ausubel ini sesuai dengan konsep pembelajaran langsung.
Teori belajar Ausubel mendukung pembelajaran langsung, karena pada pembelajaran langsung, guru berperan sebagai penyaji materi. Peserta didik memperoleh penemuannya berdasarkan informasi yang disajikan oleh guru, dan peserta didik harus mampu menghapal seluruh materi yang diberikan pada pembelajaran tersebut agar mampu mengaplikasikannya untuk menyelesaikan masalah yang serupa.


c.       Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Model Pembelajaran Kontekstual
1)      Teori Belajar David Ausubel
David Ausubel dikenal dengan teori belajar bermakna, dimana belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi, yaitu pertama berhubungan dengan cara bagaimana informasi (pelajaran ) disampaikan, penerimaan atau penenemuan, dan kedua dengan cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang ada. Pada belajar menerima struktur akhir dari materi yang diajarkan diberikan oleh guru, sedangkan pada belajar menemukan strukutur itu harus dicari oleh peserta didik (Juandi, Dadang, 2006:58)
Ausubel juga membedakan antara belajar menghapal dan belajar bermakna. belajar menghapal diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya, sedangkan belajar bermakna adalah suatu proses menghubungkan informasi baru dengan struktur pengertian yang sudah dimilki seseorang yang sedang belajar.
Untuk pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kontekstual, teori ausubel ini sangat berguna untuk diterapkan, karena proses pembelajaran dilakukan secara aktif, dan peserta didik bisa belajar bermakna dengan menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan peserta didik sehari – hari. Jadi teori ausubel mendukung model pembelajaran kontekstual.
2)      Teori Bruner
Teori belajar lain yang mendukung model pembelajaran Kontekstual adalah Teori penemuan Jerome Bruner. Bruner menganggap,
Bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar – benar bermakna(Trianto, 2007:26)

Dalil yang dikemukakan oleh Bruner diantaranya yaitu dalil penyusunan (konstruksi). Dalil ini mengemukakan bahwa untuk kemampuan dalam menguasai konsep, teorema, definisi, dan definisi semacamnya peserta didik harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan ide atau definisi dalam pikiran peserta didik, peserta didik harus menguasai konsep dengan cara mencoba dan melakukannya sendiri. Dengan demikian, Anak aktif mencari informasi sendiri dalam menemukan konsep, sehingga peserta didik lebih mudah memahami konsep tersebut. Teori belajar dari bruner ini Sesuai dengan paham Konstruktivisme pada model pembelajaran kontekstual yang lebih menekankan pada penemuan peserta didik dan keaktifan peserta didik itu sendiri sehingga peserta didik memahami materi yang sedang mereka pelajari dan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dalam kehidupan sehari – hari.
3)      Teori Belajar Lev Vygotsky
Menurut Vygotsky (Juandi, Dadang, 2006:59), untuk mendapat pemahaman, pembelajar harus mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang dimilikinya, kemudian membangun pengertian baru. Selain itu belajar dapat diartikan sebagai kegiatan sosial, keterampilan strategi berfikir formal adalah seperti produk utama dalam pengembangan bahasa.
Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan pada pentingnya aturan interaksi sosial dan dialog pada pengembangan konsep. Berinteraksi sosial dalam lingkungan belajar merefleksikan dunia nyata dan kompleks, aktivitas belajar harus relevan, bermakna dan berorientasi kepada proses dan hasil secara bersamaan, dibangun dalam penelitian dan pengalaman bersama secara kelompok dimana terjadi dialog sosial dan elaborasi. Interaksi sosial dan diskusi membantu peserta didik untuk membuat kaitan antara bagian – bagian informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penyelidikan dan refleksi, karena itu teori Vygotsky sering disebut dengan teori Konstruktivisme sosial. Oleh karena itu teori Vygotsky sangat mendukung model pembelajaran kontekstual dimana model  pembelajaran kontekstual menekankan pada tujuh komponen utama (konstruktivisme (contruktivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community),pemodelan  (modeling), refleksi(reflection), dan penialian autentik (Authentic Assesment)).
d.      Pemahaman Matematik Siswa
Menurut Sumarmo, Utari ( Hanifah, Iis 2008:18) istilah pemahaman berasal dari kata understanding dan Sumarmo, Utari menyatakan bahwa pemahaman mempunyai beberapa tingkat kedalaman yang berbeda. Sebagai contoh pemahaman seorang peserta didik SMA terhadap konsep matematika akan berbeda dengan peserta didik lainnya apalagi dibandingkan dengan peserta didik SMP atau SD.
Menurut Sudjana, Nana (2009:5) “pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep”. Maka daripada itu untuk mengembangkan pemahaman diperlukan kemampuan untuk menghubungkan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep  tersebut.
Menurut Sudjana, Nana (2009:51)  ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum:
Pertama pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung didalamnya. Kedua pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Ketiga pemahaman ekstrapolasi yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu, atau memperluas wawasan.
Menurut NCTM (Hanifah, Iis, 2008:18) Pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika dapat dilihat dari kemampuan peserta didik dalam :
a.       Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan
b.      Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh.
c.       Menggunakan model, diagram dan symbol untuk mempresentasikan suatu kelompok.
d.      Mengubah suatu bentuk refresentasi ke bentuk lain.
e.       Mengenal berbagai makna dari interpretasi konsep.
f.       Mengidentifikasi sifat – sifat suatu konsep dan mengenal syarat – syarat yang menentukan suatu konsep.
g.      Membandingkan dan membedakan konsep.
Menurut  Bloom (Hanifah, Iis, 2008:19)”ada tiga macam pemahaman yaitu pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation), dan pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation). Dalam Matematika misalnya mampu mengubah (translation) soal kata – kata kedalam symbol dan sebaliknya, mampu mengartikan (interpretation) suatu kesamaan, mampu memperkirakan (ekstrapolation), suatu kecenderungan dari diagram”.
Secara umum indikator pemahaman matematika meliputi: mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika. Menurut polya (Sumarmo, Utari, 2006:3) merinci kemampuan pemahaman pada empat tahap yaitu:
a.       Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh mngingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana.
b.      Pemahaman induktif menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa.
c.       Pemahaman rasional membuktikan suatu rumus dengan teorema.
d.      Pemahaman intuitif memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu – ragu) sebelum menganalisis lebih lanjut.
Berbeda dengan polya, Pollatsek (Sumarmo, Utari, 2006:4) menggolongkan pemahaman kedalam dua jenis yaitu:
a.       Pemahaman Komputasional :  Menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.
b.      Pemahaman Fungsional : mengaitkan suatu konsep/ prinsip dengan konsep/ prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakan.
Serupa dengan Pollatsek, Skemp (Sumarmo, Utari, 2006:4) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis yaitu:
a.       Pemahaman instrumental : hapal konsep/ prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dan dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan algoritmik.
b.      Pemahaman relasional: mengaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip lainnya.
Serupa dengan Pollatsek dan Skemp, Copeland (Sumarmo, Utari, 2006:4) menggolongkan pemahaman kedalam dua jenis yaitu:
a.       Knowing how to : mengerjakan sesuatu secara rutin/ algoritmik.
b.      Knowing : mengerjakan sesuatu perhitungan secara sadar.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian pemahaman matematika yang telah diuraikan sebelumnya, maka pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman menurut skemp yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak hanya atau hapal rumus tetapi peserta didik dapat mengaplikasikan dalam situasi lain.
e.       Deskripsi Materi
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) materi lingkaran disampaikan pada peserta didik kelas VIII semester 2 dengan perincian seperti disajikan pada tabel 2 berikut :
Tabel 2.
Deskripsi Materi Pokok Lingkaran
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
4. Menentukan unsur, bagian lingkaran serta  ukurannya
4.2  Menghitung Keliling dan luas Lingkaran
4.2.1 Menemukan nilai phi ( )
4.2.2 Menentukan rumus keliling dan luas lingkaran
4.2.3 Menghitung keliling dan luas lingkaran

Lingkaran adalah garis lengkung yang kedua ujungnya saling bertemu dan semua titik yang terletak pada garis lengkung itu mempunyai jarak yang sama terhadap sebuah titik tertentu.
Indikator yang diuraikan dari materi lingkaran adalah:
1)      Menemukan nilai phi
2)      Menentukan rumus keliling dan luas lingkaran
3)      Menghitung keliling dan luas lingkaran
Deskripsi materi pembelajaran yang akan dipelajari adalah sebagai berikut:
1)      Menemukan nilai phi
Perbandingan antara keliling dan diameter lingkaran selalu tetap, tetapan itu diberi simbol π (dibaca phi). Bilangan π tidak dapat dinyatakan tepat dalam bentuk pecahan biasa maupun pecahan desimal. Bilangan π merupakan bilangan irrasional yang berada antara 3, 141 dan 3, 142, oleh karena itu nilai π hanya dapat dinyatakan sebagai nilai pendekatan saja yaitu 3, 14 dengan pembulatan sampai dua tempat desimal. Pecahan  jika dinyatakan dalam bentuk desimal menjadi 3, 142857………… dan dibulatkan sampai dua tempat desimal menjadi 3, 14, jadi   adalah pecahan yang mendekati nilai π, yaitu 3, 14. Dengan demikian, pendekatan nilai π dapat dinyatakan sebagai pecahan biasa atau pecahan desimal dengan pembulatan sampai dua tempat desimal.
2)      Keliling dan Luas Lingkaran
Perbandingan  sama dengan nilai π. Jika K adalah keliling lingkaran dan d adalah diameternya maka  = π. Jadi K = π d, oleh karena d = 2r dengan r = jari – jari maka K = 2 π r. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk setiap lingkaran berlaku rumus, keliling = π d atau keliling = 2 π r.
Luas lingkaran (L) adalah luas daerah yang dibatasi oleh busur lingkaran atau keliling lingkaran. Luas lingkaran dapat dinyatakan dengan rumus
L = 2 π r2 atau L = π d2
Dengan π = phi
D = diameter, r = jari –jari
3)      Menghitung keliling dan luas lingkaran
a)      Menghitung keliling lingkaran jika diketahui jari-jarinya dan sebaliknya
b)      Menggunakan rumus keliling lingkaran untuk menyelesaikan berbagai macam soal
c)      Pengertian luas lingkaran (luas bidang lingkaran ) dan menghitung pendekatan luas lingkaran dengan menghitung persegi
d)     Menentukan rumus luas lingkaran melalui percobaan memotong juring-juring dan menyusunnya menjadi mirip persegi panjang
e)      Menghitung luas lingkaran jika diketahui jari-jari dan sebaliknya
f)       Menyelesaikan soal-soal lingkaran yang terkait dalm kehidupan sehari-hari.
G.    Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual  dialporkan oleh Komalasari, Mina (2007:72) dengan judul “Pengaruh penggunaan Pendekatan Kontekstual pada pembelajaran materi Lingkaran terhadap hasil belajar Matematika Peserta didik” pada siswa kelasVIII SMP Negeri 9Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual pada pembelajaran materi lingkaran terhadap hasil belajar siswa.
Yuliana, Novi susi(2007:73) melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh penerapan Model pembelajaran Kontekstual pada materi segiempat terhadap hasil belajar matematika” pada siswa kelas VIII SMP PUI kawalu Kota Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh posotif penerapan model pembelajaran kontekstual pada materi segiempat terhadap hasil belajar matematika siswa.
Bida, Aef fitriya (2009:63) melakukan penelitian dengan judul: “penggunaan model pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman dan disposisi matematik siswa” pada siswa kelas VIII SMp Negeri 2 Tasikmalaya.
H.    Anggapan Dasar
Menurut Arikunto, Suharsimi ( 2006 : 65) “Anggapan dasar atau postulat adalah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik”
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1.      Materi pembelajaran dikelas VIII diberikan sesuai dengan KTSP.
2.      Peneliti mampu merencanakan dan melaksanakan materi lingkaran dengan pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual.
3.      Siswa mampu mengikuti materi lingkaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual.
4.      Hasil tes pemahaman, tugas individu dan tugas kelompok pada materi lingkaran menunjukan pemahaman matematik siswa yang sebenarnya.
I.       Hipotesis
Russefendi, E.T.(2005:23) berpendapat “Hipotesis adalah penjelasan atau jawaban tentative(sementara) tentang tingkah laku, fenomena(gejala), atau kejadian yang akan terjadi, bisa juga mengenai kejadian yang sedang berjalan”.
Berdsarkan landsan teori dan anggapan dasar, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : “Terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman matematik siswa pada materi lingkaran”.
J.      Prosedur Penelitian  
1.         Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Menurut Ruseffendi, E. T. (2005:35) “Penelitian eksperimen atau percobaan (eksperimental research) adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab akibat. Perlakuan yang kita lakukan terhadap variabel bebas kita lihat hasilnya pada variabel terikat”. Menggunakan metode eksperimen karena dalam penelitian ini mencoba model pembelajaran quantum dan melihat pengaruhnya terhadap kemampuan komunikasi matematik.
2.         Variabel Penelitian
Arikunto, Suharsimi (2006:118) menyatakan, “Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Arikunto, Suharsimi (2006:199) mengatakan, “Variabel bebas adalah varaibel yang mempengaruhi sedangkan variabel terikat adalah variabel akibat”. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran langsung, sedangkan variabel terikatnya adalah pemahaman matematik.


3.         Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diharapkan, maka dalam penelitian ini haruslah menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman matematik pada materi lingkaran  yang terdiri atas enam soal uraian pada materi lingkaran.
4.         Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. Menurut Arikunto, Suharsimi, (2006:160). “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”.
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman matematik peserta didik. Untuk mendapatkan data tersebut diperlukan instrumen berupa tugas individu, tugas kelompok, soal tes pemahaman matematik, dan angket untuk kelas eksperimen. Untuk kelas kontrol instrument yang digunakan yaitu tugas individu dan tes pemahaman matematik.
     Instrumen ini disusun berdasarkan rumusan tujuan yang dituangkan dalam kisi – kisi soal. Soal –soal dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing, setelah disetujui kemudian diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kelayakan tes tertulis tersebut. Kelayakan yang dimaksud meliputi validitas dan reliabilitas soal. Uji coba tes dilakukan kepada kelas IX SMP Negeri 2 Singaparna karena kelas tersebut telah mendapat materi Lingkaran.
     Setelah di uji coba instrument, kemudian dianalisis validitas dan reliabilitas soal.
1)   Validitas
Arikunto, Suharsimi, (2006:168) mengemukakan, “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen”. Sebuah instrument dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan. Untuk mengetahui validitas tiap butir soal digunakan rumus korelasi product moment memakai angka kasar yang dikemukakan oleh Suherman, Erman, (2003:120) yaitu sebagai berikut:
            Keterangan:
                   : koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
            X         : skor setiap butir soal
            Y         : skor total
            N         : banyaknya subjek atau peserta tes.
Klasifikasi koefisien validitas menurut Guilford (Suherman, Erman, 2003:113) adalah sebagai berikut:


                        0,90         validitas sangat tinggi(sangat baik)
                        0,70         validitas tinggi (baik)
                        0,40         validitas sedang (cukup)
                        0,20         validitas rendah (kurang)
                        0,00         validitas sangat rendah
                                           tidak valid
2)   Reliabilitas
Arikunto, Suharsimi (2006:178) menyatakan “Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrument cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik”. Reliabilitas dari suatu alat evaluasi adalah ketetapan (konsisten), artinya suatu alat evaluasi yang tidak dipengaruhi oleh perilaku kondisi dan situasi. Untuk menguji reliabilitas alat tes digunakan denga rumus Cronbach Alpha yang dikemukakan oleh Erman, Suherman, (2003:154)  yaitu sebagai berikut:
            Keterangan :
                     : koefisien reliabilitas
            n          : banyak butir soal (item)
                 : jumlah varians skor tiap butir soal
                    : varians skor total
                        Interpretasi derajat reliabilitas alat evaluasi  manurut Guilford (Suherman, Erman, (2003:139) adalah sebagai berikut:
                                                        reliabilitas sangat rendah
                        0,20                     reliabilitas rendah
                        0,40                     reliabilitas sedang
                        0,70                     reliabilitas tinggi
                        0,90                     reliabilitas sangat tinggi

5.         Populasi dan Sampel
a.   Populasi
Arikunto, Suharsimi (2006:130) mengatakan, “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Sedangkan menurut Sudjana, Nana (Linggadewi, Sutrismawati, 2008:37) berpendapat, “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung atau pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Sukaratu sebanyak 8 kelas tahun pelajaran 2010/2011 seperti disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 3
Populasi Penelitian
Kelas Populasi
Jumlah Siswa
X.1

X.2

X.3

X.4

X.5

X.6

X.7

X.8


b.   Sampel                       
Arikunto, Suharsimi (2006:131) mengatakan, “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut Sudjana, Nana (Linggadewi, Sutrismawati, 2008:38) menyatakan sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi”. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil secara random acak menurut kelas dari seluruh populasi dengan alasan agar peneliti terlepas dari perasaan mengistimewakan satu dari beberapa kelas dan setiap kelas memiliki karakteristik yang sama yaitu terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan kurang. Dalam penelitian ini sampel yang akan digunakan terdiri dari dua kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen.
6.         Desain Penelitian
     Penelitian ini memerlukan dua kelompok subjek penelitian, yaitu kelompok pertama (kelompok eksperimen) dan kelompok kedua (kelompok kontrol). Kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran Kontekstual, dan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran langsung. Berdasarkan uraian diatas, desain penelitian digunakan menurut Ruseffendi, E. T. (2003:46) adalah sebagai berikut:
R  X  O
R        O
Keterangan:
R  : Pemilihan sampel secara random menurut kelas
X  : Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Kontekstual
O  : Tes pemahaman Matematik
7.         Langkah-langkah Penelitian
     Dalam penelitian ini melakukan tiga tahap kegiatan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.
a.    Tahap Persiapan
1)      Memperoleh surat keputusan Dekan FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya mengenai bimbingan penulisan skripsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2)      Melakukan konsultasi dengan pembimbing I dan II untuk mengajukan judul satu permasalahan yang akan diteliti, kemudian diserahkan kepada Dewan Bimbingan Skripsi (DBS)
3)      Menyusun proposal penelitian, kemudian dikonsultasikan dengan pembimbing Idan II untuk diseminarkan.
4)      Mengajukan permohonan pelaksanaan seminar proposal penelitian kepada Dewan Bimbingan Skripsi (DBS).
5)      Melaksanakan seminar proposal penelitian.
6)      Melakukan revisi proposal penelitian berdasarkan hasil seminar serta arahan dari pembimbing I dan II.
7)      Membuat surat pengantar penelitian dari Dekan FKIP Universitas Siliwangi untuk diajukan kepada Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Tasikmalaya.
b.   Tahap Pelaksanaan
1)      Konsultasi dengan Kepala Sekolah dan guru matematika mengenai penelitian yang akan dilaksanakan.
2)      Melakukan Observasi.
3)      Mengkonsultasikan pelaksanaan penelitian dengan guru mata pelajaran.
4)      Pemilihan sampel sebagai subjek penelitian dengan random secara acak menurut kelas.
5)      Mengujicobakan instrument penelitian diluar kelas yang bukan sampel penelitian.
6)      Melaksanakan proses belajar mengajar dengan dua model pembelajaran yang berbeda.
7)      Pengolahan data hasil uji coba instrument penelitian untuk mengetahui soal tes yang valid dan reliabel.
8)      Melaksanakan tes tertulis pada kelas sampel. 
c.    Tahap Pengolahan Data
1)      Pengolahan data
2)      Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
3)      Konsultasi dengan pembimbing I dan II tentang hasil penelitian.
4)      Membuat kesimpulan akhir.
8.      Teknik Pengolahan dan Analisis Data
a.      Teknik Pengolahan Data
1)      Penskoran tes pemahaman
Penskoran soal tes pemahaman matematik menggunakan pedoman penskoran tes pemahaman seperti pada tabel 4.


Tabel 4.
Pedoman Indikator Penskoran Tes Pemahaman

Skor Level 4
Skor Level 3
Skor Level 2
Skor Level 1
Skor Level 0
Math
Knowledge:
Pemahaman Konsep prinsip
Menggunakan terminology dan notasi matematika secara benar, menghitung dengan benar dan tepat.
Math
Knowledge:
Pemahaman konsep prinsip, terminology dan hampir benar, algoritma benar, perhitungan sedikit eror.
Math
Knowledge:
Pemahaman konsep prinsip, terminology dan notasi sebagian benar, perhitungan memuat eror serius.
Math
Knowledge:
Pemahaman konsep prinsip,
terminology dan notasi sangat minim, perhitungan memuat eror serius
Math
Knowledge:
Tidak ada pemahaman
Sumber : Sumarmo, Utari (Fitria, Aep Bida, 2009 : 33)


b.  Teknik Analisis Data
Dalam teknik analisis data untuk menguji hipotesis, peneliti menggunakan analisis statistik penelitian terhadap dua perlakuan. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)         Statistik Deskriptif
a)      Membuat daftar, distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif, komulatif dan histogram (sudjana, 2002 : 46 – 53)
b)      Menentukan ukuran statistik
(1)   Banyak data (n)
(2)   Data terbesar (db)
(3)   Data terkecil (dk)
(4)   Rentang (r)
(5)   Rata-rata
(6)   Median (Me)
(7)   Modus (Mo)
(8)   Standar Deviasi (ds)
2)         Uji Hipotesis
a)      Uji Persyaratan Analisis
(1)         Menguji normalitas dari masing masing kelompok dengan Chi-Kuadrat
              
Keterangan :
Oi     : frekuensi observasi (pengamat)
Ei      : frekuansi ekspektasi (harapan)

Kriteria pengujian : tolak H0 jika  dengan  taraf nyata pengujian dengan db = k – 3. Dalam hal lainnya H0 diterima.
(2)         Menguji homogenitas varians dengan mencari nilai F
Pasangan Hipotesis  H0 : V1 = V2
                                            H1 : V1 V2
Keterangan :
V1 : Varians kelompok pertama
V2 : Varians kelompok kedua
Statistik yang akan digunakan adalah  
Keterangan :
Vb : Varians besar
Vk : Varians kecil
Kriteria pengujian : Tolak H0 jika  Fhitung Fdaftar dengan   taraf pengujian, artinya varians kedua populasi tidak homogen. Dalam hal lainnya H0 diterima.
(3)         Jika data berdistribusi normal, dilanjutkan dengan menghitung kesamaan dua rata-rata kedua kelompok dengan menggunakan Uji-t.
(4)         Jika data berdistribusi tidak normal, maka digunakan uji non parametrik dengan menggunakan Uji Wilcoxon
(5)         Jika kedua kelompok sampel berdistribusi normal tetapi variansinya tidak homogen, maka pengujian hipotasis menggunakan Uji-t.
b)      Uji hipotasis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata
Hasil tes pemahaman  matematik siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan Uji-t. Pasangan hipotesis statistik sebagai berikut:
H0  :
H1  :
Keterangan:
  : Parameter rerata kelompok eksperimen
 : Parameter rerata kelompok kontrol
            Penggunaan tes-t Nurgana, Endi (1993:39) sebagai berikut:
a)      Mencari deviasi standar gabungan
b)      Mencari nilai t
Keterangan:
   : rata – rata kelas eksperimen
   : rata – rata kelas kontrol
   : varians kelas eksperimen
  : varians kelas kontrol
   : ukuran sampel kelas eksperimen
   : ukran sampel kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah terima H0 jika  dimana  didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (  dan peluang  Untuk harga – harga t lainnya H0 ditolak. Artinya terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Kontekstual  terhadap pemahaman matematik siswa pada materi lingkaran.









9.      Waktu dan Tempat Penelitian
1.      Waktu penelitian
Penelitian ini direncanakan mulai bulan Desember 2011 sampai April 2011 dengan rencana kegiatan sebagai berikut:
Tabel
Jadwal Rencana KegiatanPenelitian
Kegiatan
Bulan/ Tahun
Nop
2011
Des
2011
Jan
2012
Feb
2012
Mar
2012
Apr
2012
Studi Pustaka






Pengajuan judul






Penyusunan proposal penelitian






Seminar proposal penelitian






Mengajukan surat perizinan penelitian






Melakukan obeservasi tempat penelitian






Penyusunan perangkat KBM penelitian






Melaksanakan KBM






Uji cobe instrument






Pengumpulan data






Pengolahan data






Penyusunan dan penyelesaian skripsi








2.      Tempat Penelitian
Rencana tempat penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Sukaratu  yang beralamat di jalan Kikisik galunggung, Ds. Gunungsari, Kec. Sukaratu  Telp. (0265) ............        Tasikmalaya                
DAFTAR PUSTAKA

 MKPBM, Tim (2001). Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA – UPI
Johnson, Elaine B. (2011). Contextual Teaching and Learning (CTL). Bandung: Mizan .
Hariyanto, Suyono (2011) Belajar dan pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakaryaoffset 
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian  Suatu pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Suherman, Ayi, Dr. (2007). Metode Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung : UPI.
Russefendi, E. T (1993). Statistika dasar Untuk penelitian pendidikan. Bandung :Departemen pendidikan dan kebudayaan
US Department of Education Office of Vocational and Adult Education and the National schoolmto Work Office dalam http : www.contextual.com org/19/10/2011).
Nurgana, Endi (1993). Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Permadi
Widaningsih, Dedeh .(2010). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Bandung : Rizqi press











PENGARUH  PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI LINGKARAN TERHADAP PEMAHAMAN MATEMATIK
PESERTA DIDIK
(Studi Eksperimen di Kelas VIII SMP Negeri 2 Sukaratu Tahun Ajaran 2010/2011)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas  mata kuliah Metodologi penelitian pendidikan  Matematika


Oleh
RINI ANDRIANI
082151199


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2011




LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH  PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI LINGKARAN TERHADAP PEMAHAMAN MATEMATIK
PESERTA DIDIK”.
(Studi Eksperimen di Kelas VIII SMP Negeri 2 Sukaratu Tahun Ajaran 2010/2011)




Oleh
RINI ANDRIANI
082151199





Disahkan oleh :



Pembimbing I






………………………..
Pembimbing II






………………………..




           







1 komentar:

  1. Terima kasih RINI ANDRIANI, Tulisanmu bisa membantu melengkapi proposal saya.

    BalasHapus